Etika Memberi Minum kepada Suatu Kaum

Photo by RDNE Stock project: https://www.pexels.com/photo/fruits-and-gift-on-golden-tray-7249196/

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «سَاقِيُّ الْقَوْمِ آخِرُهُمْ شُرْبًا .» (جامع الترمذي، رقم الحديث ١٨٩٤، واللفظ له، وصحيح مسلم، جزء من رقم الحديث ٣١١-(٦٨١)، وقال الإمام الترمذي عن هذا الحديث بأنه : حسن صحيح، وصححه الألباني).

Dari Abu Qatādah raḍiyallāhu ‘anhu, dari Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Orang yang memberi minum untuk suatu kaum dialah yang paling akhir minum.” (Jāmi’ At-Tirmiżi Nomor 1894, lafal darinya. Sahih Muslim, nomor 311-(681), Imam Tirmiżi menilai hadis ini hasan sahih dan disahihkan oleh Al-Albāni).

Beberapa faedah hadis ini

  1. Di antara etika dalam Islam ketika seseorang ditugaskan sebagai pemberi minum kaumnya, maka hendaklah dia mulai memberi minum dari orang-orang yang lebih tua atau memulai dari orang-orang yang berada di sebelah kanannya. Orang yang memberi minum kepada kaumnya menjadi orang yang terakhir minum setelah semua hadirin minum.
  2. Hadis ini mencakup sebagian etika tentang orang-orang yang berwenang untuk membagikan hidangan, air minum, susu, dan lainnya berupa makanan dan minuman. Barang siapa yang membagikan makanan kepada sekumpulan orang seperti daging, buah-buahan, dan lainnya, maka hendaknya ia menjadi orang yang terakhir mengambil jatahnya.
  3. Tidak ada kontradiksi antara hadis ini dengan hadis yang berbunyi, “Mulailah dengan dirimu.” (Lihat misalnya sahih Muslim, hadis nomor 41- (997). Sebab, hadis itu bersifat umum dan sebagian darinya dikhususkan oleh hadis lain

Perawi hadis
Abu Qatādah bin Rib’i Al-Anṣāri adalah salah seorang sahabat yang mulia. Ia ikut serta dalam Perang Uhud dan sering mengikuti perang lainnya di masa Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Ia selalu menjaga Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan melindunginya dalam perjalanan. Umar bin Khaṭṭāb raḍiyallāhu ‘anhu pernah mengutusnya dalam sebuah pasukan untuk memerangi Persia. Abu Qatādah berhasil membunuh raja Persia dengan tangannya.

Ada perbedaan pendapat tentang tempat dan tanggal kematiannya. Ada yang mengatakan, Abu Qatādah wafat di Mekah tahun 38 H dan Ali raḍiyallāhu ‘anhu menyalatkannya. Ada pula yang mengatakan, ia wafat di Madinah pada tahun 54 H. Ada pula riwayat yang menerangkan tempat lainnya.

Sumber: Hadis 8 (Himpunan 90 Hadits Pilihan, Dr. Muhammad Murtaza bin Aish)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *