Larangan Berbuat Ria dan Sum’ah

Photo by Pok Rie: https://www.pexels.com/photo/white-mosque-295813/

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ سَمَّعَ، سَمَّعَ اللهُ بِهِ، وَمَنْ رَاءَى، رَاءَى الله به.» (صحيح مسلم، رقم الحديث ٤٧- (٢٩٨٦)،
واللفظ له، وصحيح البخاري، رقم الحديث ٦٤٩٩) .

Dari Abdullāh bin Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā, ia berkata bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda “Barang siapa melakukan perbuatan sum’ah (ingin didengar oleh orang lain), niscaya Allah akan memperdengarkan keburukannya, dan barang siapa melakukan perbuatan ria (ingin didengar orang lain), niscaya Allah akan memperdengarkan keburukannya.” (Sahih Muslim, nomor 47 (2986) lafal darinya, dan Sahih Bukhari, nomor 6499).

Beberapa faedah hadis ini:

  1. Ria adalah tindakan seorang muslim melakukan suatu amalan tidak bermaksud untuk Allah Subḥānahu wa Ta’ālā semata, akan tetapi bermaksud agar orang lain melihatnya dan memujinya dengan hal yang baik-baik. Sum’ah maksudnya tindakan seseorang menyem-bunyikan amalnya karena Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, kemudian ia sampaikan kepada orang-orang agar mereka menghormati dan menyanjungnya.
  2. Hadis ini mengandung peringatan keras tentang perbuatan ria dan sum’ah. Setiap muslim hendaknya menjaga keikhlasan amal hanya untuk Allah Subḥānahu wa Ta’ālā semata dan tidak mengharap pujian dari manusia.
  3. Ria dan sum’ah merupakan salah satu sebab terhapusnya amal ibadah di sisi Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Sunggguh, seburuk-buruk perbuatan ria ialah yang berkaitan dengan pokok keimanan, seperti
    kondisi orang munafik. Kemudian golongan orang yang melakukan ria pada pokok-pokok ibadah yang wajib, seperti orang yang terbiasa tidak melakukan ibadah saat sendirian, namun mengerjakannya saat bersama manusia karena takut dicela.

Perawi hadis
Abdullāh bin Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā adalah sahabat yang terkenal. Julukannya adalah Abu Abbās, seorang alim di kalangan para sahabat, ulama umat ini dan imam ahli tafsir. Ia adalah sepupu Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Ia lahir tiga tahun sebelum hijrah di lembah(1) sebelum Bani Hāsyim keluar darinya. Abdullāh selalu menyertai Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan menerima ilmu yang sangat banyak dari beliau. Musnadnya mencapai 1660 hadis. Abdullāh berusia 13 tahun ketika Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam wafat.

Ali bin Abi Ṭālib raḍiyallāhu ‘anhu mengangkatnya sebagai gubernur Baṣrah. Abdullāh bin Abbās meninggal di Ṭāif pada tahun 68 H, pada usia 70 tahun. Dalam riwayat lain 71 tahun, dan dalam riwayat lain lagi 74 tahun.

Sumber: Hadis 6 (Himpunan 90 Hadits Pilihan, Dr. Muhammad Murtaza bin Aish)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *